computer

animasi-bergerak-komputer-0116

Sabtu, 15 Desember 2018

Perang Dagang Amerika dan China







CNBC International, berikut rentetan peristiwa yang terjadi hingga saat ini:


2 Mei 2016: Selama kampanye kepresidenan, Donald Trump membandingkan defisit perdagangan AS dengan China menyebutnya dengan istilah 'pencurian'.

28 Juni 2016: Trump membentangkan tujuh langkah perdagangan untuk mengembalikan pekerjaan Amerika, termasuk melabeli China sebagai manipulator mata uang pada hari pertama menjabat di Gedung Putih dan menggunakan "setiap kekuatan presidensial yang sah untuk memperbaiki perselisihan perdagangan". Taktik dagang itu termasuk penerapan tarif.

November 2016 - Januari 2017: Trump memenangkan pemilihan presiden AS, lalu memilih mereka yang terkenal dengan sebutan hawks (mereka yang senang menggunakan kekuatan politik ketimbang diskusi) untuk menempati posisi penting dalam perdagangan.


* Peter Navarro, penulis 'Death by China', ditunjuk untuk menjabat sebagai pemimpin Dewan Perdagangan Nasional yang baru dibentuk.


* Robert Lighthizer, yang sebelumnya menegosiasikan pembatasan impor baja dan merupakan wakil perdagangan AS selama pemerintahan Reagan, diangkat sebagai Perwakilan Perdagangan AS.

7 April 2017: Presiden Tiongkok, Xi Jinping, bertemu dengan Trump di resor Mar-a-Lago di Florida. Pertemuan dua hari itu berakhir dengan bersahabat. Xi menyetujui rencana 100 hari untuk mengadakan pembicaraan perdagangan untuk meningkatkan ekspor AS dan mengurangi defisit dengan China, serta meningkatkan kerja sama dalam menekan ancaman nuklir Korea Utara.

12 April 2017: Trump mengatakan kepada The Wall Street Journal dia tidak akan menyebut China sebagai manipulator mata uang dalam laporan yang akan dikeluarkan Departemen Keuangan.



Ø Dampak Positif untuk Negara Indonesia
1.  Indonesia punya peluang ekspor
Akibat perang dagang itu, Indonesia punya potensi untuk mengekspor barang ke kedua negara itu. Tidak cuma itu, Indonesia juga bisa jadi negara ketiga yang "mengambil jatah" ekspor China dan Amerika. Beberapa komoditas yang bisa diekspor Indonesia, adalah baja, alumunium, buah, dan besi.

Ø Dampak Negatif untuk Negara Indonesia
1.  Menurunnya ekspor bahan baku Indonesia ke China
dan Amerika.

Ini terjadi jika cakupan perang dagang meluas ke produk lain. Tahap pertama dampak ke Indonesia ekspor kedua negara belum terlalu besar. Produk yang dihasilkan China kemudian diekspor ke Amerika itu ambil bahan baku dari Indonesia relatif sedikit. Begitu coverage diperluas, perlu kajian lebih lanjut sejauh apa dampak terhadap ekspor untuk kedua negara tersebut.

2.  Terjadi trade diversion yang bisa dimaksimalkan Indonesia

Hal ini  terjadi akibat adanya intensif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena lebih murah.

Ø Cara Menanggulangi
1.                  Pemerintah harus segera mencari strategi mengalihkan
produk ekspor ke pasar lain, seperti Afrika Bagian Tengah dan Selatan, Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Tengah, dan Rusia. Sebab, beberapa komoditas strategis seperti minyak sawit (CPO), tekstil, hingga karet akan terkena imbas.

2.                  Memperkuat ekspor atau aktivitas yang menghasilkan devisa serta menjaga nilai impor.

3.                  Mengerem permintaan barang-barang tidak prioritas sebagai antisipasi dampak perang dagang.


Sumber Referensi :

Jumat, 07 Desember 2018

Rasio - Rasio Keuangan






Rasio Keuangan atau Financial Ratio merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas).


     
          1.      Jenis-jenis Rasio Keuangan
Secara umum rasio keuangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.     Rasio Profitabilitas/ Rentabilitas. Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini antara lain: GPM (Gross Profit Margin), OPM(Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), ROA (Return to Total Asset), ROE (Return On Equity).


1.    Profit Margin
Rasio ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat langsung pada analisis common size untuk laporan rugi laba (baris paling akhir). Rasio ini bisa diintepretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu (Hanafi dan Halim, 2000:84). Rasio profit margin bisa dihitung sebagai berikut:

Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasionya semakin baik, karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi (Harahap, 2002:304).

2.    Gross Profit Margin
Gross Profit Margin merupakan perbandingan antara laba kotor yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Rasio ini mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya berarti semakin baik kondisi keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba. Semakin besar rasionya semakin baik (Harahap, 2002:306).

3.    Net Profit Margin
Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih digunakan untuk mengukur rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan dan mengukur seluruh efisien, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun manajemen pajak. Semakin tinggi rasionya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.

Tetapi jika rasionya rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut (Prastowo dan Juliaty, 2003:91). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah penjualan. Semakin tinggi rasionya semakin baik, karena menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.

4.    Return On Investment (ROI)
Return On Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT (Sutrisno, 2001:255). Rasio ini dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur jumlah rupiah laba bersih (setelah pajak) yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:255).

5.    Return On Assets
Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).Rasio ini dihitung dengan rumus:

Rasio ini mengukur tingkat keuntungan (EBIT) dari aktiva yang digunakan. Semakin besar rasionya semakin baik (Sutrisno, 2001:254).




b.    Rasio Likuiditas. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin kewajiban-kewajiban lancarnya. Rasio ini antara lain Rasio Kas (cash ratio), Rasio Cepat (quick ratio), Rasio Lancar (current ratio)


                                   1.    Current Ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current Ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang lancar. Aktiva lancar meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan hutang lancar meliputi hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang segera harus dibayar (Sutrisno, 2001:247). Rumus current ratio adalah:

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301)

2.    Quick Ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Jadi rumusnya:

Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan current ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada persediaan.

Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap, 2002:302).

3.    Cash Ratio
Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. Rumus untuk menghitung cash ratio adalah:

Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama seperti Quick Ratio, tidak harus mencapai 100% (Harahap, 2002:302).



c.     Rasio Pengungkit/ Leverage/ Solvabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Beberapa rasio ini antara lain Rasio Total Hutang terhadap Modal sendiri, Total Hutang terhadap Total Asset, TIE Time Interest Earned.

                                  1.    Total Debt to Total Assets Ratio
       Rasio yang biasa disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik (Sutrisno, 2001:249). Untuk mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:

Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Semakin kecil rasionya semakin aman (solvable). Porsi hutang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).

2.    Debt to Equity Ratio
       Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin kecil rasio ini semakin baik. Maksudnya, semakin kecil porsi hutang terhadap modal, semakin aman. Rumusnya:



d.    Rasio Aktivitas. Rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. ada dua penilaian rasio aktivitas yaitu:

-         Rasio Nilai Pasar. Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap Nilai Buku perusahaan. Rasio ini antara lain: PER (Price Earning Ratio), Devidend Yield, Devideng Payout Ratio, PBV (Price to Book Value)
-         Rasio Efesiensi/ Perputaran. Rasio perputaran digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola asset-assetnya sehingga memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan. Rasio ini antara lain Rasio Perputaran Persediaan, Perputaran Aktiva Tetap, dan Total Asset Turnover.



v Jenis-jenis Financial Ratio
Ø  Earning Ratio / Rasio Penghasilan
Earning Ratio, atau disingkat P/E Ratio adalah alat utama penghitungan harga saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.
Formula untuk menghitung P/E Ratio adalah :

P/E Ratio = Harga Saham / Earning Per Share

Hasil ini mengindikasikan berapa besar investor bersedia membayar setiap rupiah atas pendapatan perusahaan tersebut. Pada umumnya, investor lebih senang memilih saham dengan P/E Ratio rendah. Semakin rendah P/E Ratio suatu saham, semakin murah saham saham tersebut sehubungan dengan pendapatan perusahaan.
1.      Dividend Per Share / Dividen Per Lembar Saham
Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.
Besarnya dividen per lembar saham dapat dicari dengan rumus :


DPS =  Total dividen yang dibagikan / Jumlah Lembar saham yang beredar


2.      Earning Per Share / Laba Per Lembar Saham
Earning Per Share (EPS) adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode tertentu untuk setiap jumlah saham yang beredar. Informasi ini juga berguna bagi investor untuk mengetahui perkembangan perusahaan selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan.
Laba per lembar saham (EPS ) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


 EPS  = Laba Bersih Setelah Pajak / Jumlah Lembar Saham Yang Beredar



3.      Revenue Per Share / Pendapatan Per Lembar Saham
Revenue Per Share (RPS) adalah jumlah pendapatan atas saham biasa yang beredar. Meningkatkan pendapatan per saham (RPS) dari waktu ke waktu adalah pertanda baik, karena itu berarti setiap saham sekarang memiliki klaim untuk pendapatan lebih banyak.
Pendapatan Per Lembar Saham dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


Sales Per Share = (Penjualan- Diskon dan Pengembalian) / Saham Beredar



4.      Book Value Per Share / Nilai buku per lembar saham
Nilai buku per lembar saham atau Book Value Per Share adalah jumlah rupiah yang menjadi milik tiap-tiap lembar saham dalam modal perusahaan. Nilai buku ini adalah jumlah yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham pada waktu pembubaran (likuidasi) perusahaan bila aktiva dapat dijual sebesar nilai bukunya.
Nilai buku per lembar saham atau Book Value Per Share dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


Book Value Per Share = Jumlah Modal Perusahaan / Jumlah Lembar Saham Yang Beredar





5.      Cash Flow Per Share / Arus kas per saham
Yang dimaksud dengan cash flow per share ialah aliran kas sebuah perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin besar angka ini artinya perusahaan tersebut semakin sehat. Karena jumlah kas yang ada di perusahaan tersebut dapat menutupi semua saham yang beredar. Ini umumnya cukup sulit tercapai jika perusahaan tersebut selalu menjual secara kredit. Karena walaupun aset ataupun keuntungan yang tercatat di pembukuan jumlahnya besar, namun kenyataannya sebagian kas belum ada di tangan perusahaan tersebut. . Nilai Arus kas per saham / 5. Cash Flow Per Share dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


Cash Flow Per Share = (Arus Kas Operasi - Dividen Pilihan) / Saham Biasa Beredar


6.      Cash Equivalent Per Share /  setara kas per lembar
Cash Equivalent Per Share adalah aset lancar yang paling likuid yang ditemukan pada neraca bisnis. Setara kas adalah komitmen jangka pendek "dengan kas menganggur sementara dan mudah dikonversi menjadi jumlah uang tunai yang diketahui". Investasi biasanya dihitung sebagai setara kas ketika memiliki jangka waktu pendek 90 hari atau kurang, dan dapat dimasukkan ke dalam saldo kas dan setara kas dari tanggal akuisisi ketika ia membawa risiko tidak signifikan dari perubahan dalam nilai aset. Nilai setara kas per lembar / Cash Equivalent Per Share dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

Perubahan CEPS = Akhir Tahun Kas dan Setara Kas - Awal Tahun Kas dan Setara Kas.

Nilai Kas dan Setara Kas pada akhir periode = Arus Kas Bersih + Nilai CEPS pada periode awal

7.      Net Assest Per Share / Nilai aset bersih per saham
Nilai aset bersih per saham (NAVPS) adalah ekspresi untuk nilai aset bersih yang mewakili nilai per saham dari reksadana, dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) atau dana tertutup. Ini dihitung dengan membagi total nilai aset bersih dari dana atau perusahaan dengan jumlah saham yang beredar. Rumus untuk NAVPS hanyalah:


NAPS = Nilai Aset Bersih (NAV) / Jumlah Saham Beredar



Ø  Valuatio Ratio / Rasio penilaian
Rasio penilaian atau valuation ratio, dimana rasio ini memberikan ukuran kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya diatas biaya investasinya. Rasio ini merupakan ukuran kegiatan yang paling lengkap karena rasio ini mencerminkan rasio resiko (likuiditas dan solvabilitas) dan rasio pengembalian (aktifitas, profitabilitas dan pertumbuhan). Rasio penilaian ini penting sekali karena hubungannya dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham.



1.      Price To Earning Ratio / Rasio penghasilan harga
Price To Earning Ratio, atau disingkat P/E Ratio adalah alat utama penghitungan harga saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Pada umumnya, investor lebih senang memilih saham dengan P/E Ratio rendah. Semakin rendah P/E Ratio suatu saham, semakin murah saham saham tersebut sehubungan dengan pendapatan perusahaan. Formula untuk menghitung P/E Ratio adalah :

P/E Ratio =  Harga Saham / Earning Per Share

2.      Price to Sales Ratio / Rasio Harga Terhadap Penjualan
Rasio Harga terhadap Penjualan ini adalah rasio keuangan yang membandingkan harga saham perusahaan dengan penjualan tahunannya. Price to Sales Ratio ini biasanya juga digunakan untuk penilaian saham atau umumnya disebut dengan istilah Rasio Valuasi Investasi atau Rasio Valuasi Saham. Rumus Price to Sales Ratio:

Price to Sales Ratio =  Harga per Saham / Pendapatan per Saham

3.      Price Book Value / Harga nilai buku
Book value atau nilai buku adalah nilai dari ekuitas dibagi jumlah saham yang ada. Bisa dikatakan book value adalah nilai ekuitas per saham. Ekuitas itu sendiri didapatkan dari selisih jumlah aset dikurangi liabilitas. Secara teori ini adalah nilai yang akan didapatkan oleh pemilik saham bila perusahaan dilikuidasikan. Jadi nilai book value sangat berarti untuk melihat imbal hasil dari investasi. Rumus Price Book Value:

Rasio P / B = harga pasar per saham / nilai buku per saham

4.      Price Cash Flow Ratio / Rasio harga aliran kas
Rasio harga aliran kas (price cash flow ratio) digunakan investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi, dari sudut pandang sebuah saham perusahaan. Pengukuran ini membandingkan harga pasar saham terhadap jumlah aliran kas yang dihasilkan per saham perusahaan. Rumus Price Cash Flow Ratio :

Price Cash Flow Ratio  = Harga Saham per Saham / Arus Kas Operasi per Saham
Ø  Profitability Ratio / Rasio Profitabilitas
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) adalah rasio atau perbandingan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba (profit) dari pendapatan (earning) terkait penjualan, aset, dan ekuitas berdasarkan dasar pengukuran tertentu.

1.      Dividend Payout Ratio / Rasio Pembayaran Dividen
Dividend Payout Ratio / Rasio pembayaran dividen adalah rasio dari jumlah total dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham relatif terhadap laba bersih perusahaan. Rumus Dividend Payout Ratio :
Dividend Payout Ratio = Dividen tahunan per saham / Laba per saham
2.      Gross Profit Margin / Margin Laba Kotor
Margin laba kotor merupakan rasio profitabilitas untuk menilai persentase laba kotor terhadap pendapatan yang dihasilkan dari penjualan. Laba kotor yang dipengaruhi oleh laporan arus kas memaparkan besaran laba yang didapatkan oleh perusahaan dengan pertimbangan biaya yang terpakai untuk memproduksi produk atau jasa. Rumus Gross Profit Margin :
Gross Profit Margin = (laba kotor/ total pendapatan) x 100%
3.      Net Profit Margin / Margin Laba Bersih
Net profit margin atau margin laba bersih merupakan rasio profitabilitas untuk menilai persentase laba bersih yang didapat setelah dikurangi pajak terhadap pendapatan yang diperoleh dari penjualan. Margin laba bersih ini disebut juga profit margin ratio. Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan. Net profit margin dihitung dengan rumus :
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan
4.      Earning Before Taxing / Penghasilan sebelum pajak
Penghasilan sebelum pajak (EBT) mengukur kinerja keuangan perusahaan. Perhitungannya adalah pendapatan dikurangi biaya, tidak termasuk pajak. EBT adalah item baris pada laporan laba rugi perusahaan. Ini menunjukkan pendapatan perusahaan dengan harga pokok penjualan (COGS), bunga, depresiasi, biaya umum dan administrasi, dan biaya operasi lainnya yang dipotong dari penjualan kotor. Rumus EBT :
 EBT = pendapatan – biaya
5.      Return on Equity Ratio / Rasio Pengembalian Ekuitas
Return on Equity Ratio (ROE) merupakan rasio profitabilitas untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi pemegang saham perusahaan tersebut yang dinyatakan dalam persentase. Rumus ROE :
ROE = Laba Bersih Setelah Pajak /  Ekuitas Pemegang saham
6.      Return on Assets Ratio / Rasio Pengembalian Aset
Tingkat pengembalian aset merupakan rasio profitabilitas untuk menilai persentase keuntungan (laba) yang diperoleh perusahaan terkait sumber daya atau total asset sehingga efisiensi suatu perusahaan dalam mengelola asetnya bisa terlihat dari persentase rasio ini. Rumus Rasio Pengembalian Aset :
ROA = Laba Bersih / Total Aset


Ø  Liquidity ratio / Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban hutang jangka pendeknya saat jatuh tempo. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo. 

1.      Debt to Equity Ratio / Rasio Hutang Terhadap Ekuitas
Debt to Equity Ratio atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau Rasio Hutang Modal adalah suatu rasio keuangan yang menunjukan proporsi relatif antara Ekuitas dan Hutang yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan.  Rumus DER :

Debt to Equity Ratio (DER) = Total Hutang / Ekuitas

2.      Book Value Per Share / Nilai buku per lembar saham
Nilai buku per lembar saham atau Book Value Per Share adalah jumlah rupiah yang menjadi milik tiap-tiap lembar saham dalam modal perusahaan. Nilai buku ini adalah jumlah yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham pada waktu pembubaran (likuidasi) perusahaan bila aktiva dapat dijual sebesar nilai bukunya.
Nilai buku per lembar saham atau Book Value Per Share dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


Book Value Per Share = Jumlah Modal Perusahaan / Jumlah Lembar Saham Yang Beredar




Referensi :
5. http://www.investasisaham.net/analisa-fundamental-saham-bagian-1/ (Diakses Hari Sabtu, 8 Desember 2018 Pukul 08.10)
9. https://www.stockdansaham.com/2016/05/pengertian-price-to-book-value-ratio-pbv.html (Diakses Hari Sabtu, 8 Desember 2018 Pukul 08.10)
12. https://www.investopedia.com/terms/e/ebt.asp (Diakses Hari Sabtu, 8 Desember 2018 Pukul 08.10)
14. https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-debt-to-equity-ratio-der-dan-rumus-der/ (Diakses Hari Sabtu, 8 Desember 2018 Pukul 08.10) 

SIstem Ekonomi Pancasila

Sistem ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berasaskan nilai dan moral pancasila. Sistem ekonomi ini menjadi identitas perekonomi...